Kami bicara, anda tergopoh-gopoh mengkriminalisasi pembicaraan 'internal' kami. Anda waras?
Diibaratkan mau makan sayur, yang kami mau, sayur dengan bumbu komplit. Karena, kami lidah Nusantara. Ada garamnya, ada ketumbarnya, kemiri, merica, santan, kunyit, laos, wijen, bawang, brambang, daun salam. Ada lagi. jeruk purut, jahe, kamijara dan ragam rempah lainnya. Yang kami mau, makanan dengan bumbu komplit dengan ragam rempah- rempah.
Mungkin sebagian dari anda lidahnya mengalami pergeseran cita-rasa. Anda kepingin makanan yang lugas, nggak perlu bumbu tetek-mbengek. Semisal nasi putih dengan sambal. Sambal yang tidak ada micin-garam dan gulanya. Biar pedas ujar anda. Ya silakan saja. Tapi jangan larang kami memilih makanan yang sesuai selera lidah kami. Contoh: Rendang Daging Sapi Masakan Padang. Sayangnya belakangan saya melihat, anda mulai mendikte apa-apa yang harus kami makan. Ini mengharukan! .
Begitupun dalam amaliah ibadah. Kami melihat sudah nun jauh berbeda. Tata cara ibadah kami kalian anggap ribet dan tidak efisien. Iyalah anda kan pinginnya yang wajib saja, yang pokok-pokok saja. Yang gagah. Pengajian harus lugas. Heroik. Kalau perlu agak keras!. Takbir!. Eh.
Nggak berhenti disitu. Biar terlihat memiliki kepastian hukum, segala sesuatu mesti menuntut dalil. Walaupun pada dasarnya nyomot sana-sini di internet. Nggak tau asbabunnuzulnya atau asbabu----- apalagi coba. He. He. Silakan saja. Tapi sekali lagi, jangan larang kami melaksanakan amaliah yang telah kami yakini kebenarannya.
Namun sayang. Belakangan kami melihat anda mulai mendikte tata peribadatan kami. Bahkan sebagian mulai ada yang berani menyalahkan!. Membid'ahkan. Mengharamkan. Ini lho, yang buat kami gemas.
Nggak percaya. Coba ini;. Kami Rajaban ndak boleh. Muludan (maulid nabi) nggak boleh. Tawasul nggak boleh. Wiridan setelah solat katanya nggak ada tuntunannya, nggak boleh dilakukan. Qunut nggak boleh. Tahlilan nggak boleh. Kami nderek dawuh kiyai pesantren, anda menyebut kami keliru karena taklid buta. Haduh duh. Apa kami harus ikut kiyai karbitan seperti yang anda ikuti itu, piss deh. Kami ziarah kata anda tata caranya keliru.
Jujur ya. Kalau anda sebatas tidak melakukan saja. Kami ndak masalah. Silahkan. Tapi belakangan ini tak liat anda kok mulai ngelonjak. Anda mulai berani menyebut kami Tahayul. Bid'ah. Lebih ngeri kalian menyebut kami kaum khurafat ----. Haduh. Lagi lagi masih kami maafkan.
Kalau anda sedikit mau mendengarkan pendapat kami. Akan kami sampaikan dengan cara yang mudah anda pahami. Tau nggak. Kami mengakui sebagai umat yang jauh dengan kelahiran Nabi makanya kami maulidan. Kami berlatih hormat kepada orang tua hingga akhir hayat, maka kami tahlilan, khususnya setelah orang tua berpulang. Kami. Kami. Kayaknya anda mulai bosan dengar penjelasan kami.
Singkatnya, kami melakukan peribadatan ada tata cara dan dasar hukumnya. Kami tidak asal. Coba deh anda ngaji lagi. Sampai tau makna islam yang lues. Islam yang rahmah!. Jangan keburu jadi guru ngaji, jangan keburu jadi uztaz yang bisnya menyalahkan. Bukan apa-apa. Kami khawatir muridnya keliru karena gurunya aja belum paham/setengah paham. Ini☝ada dalilnya. Nggak percaya? Nggak usah dicek di Kitab. Kelamaan. Coba deh cek di google.
Dari keluhan kami di atas. Kami menyebut Pidato Kiyai Said Aqil Siradj, adalah statement yang benar dan berani. Benar karena anda sudah berani menghukumi tata peribadatan kami. Berani karena ini tahun P*litik yang jelas jelas beresiko jadi bulan-bulanan orang yang berkepentingan.
Dari lubuk hati yang paling dalam. Kami akan terus makan sayur sesuai lidah kami. Dengan bumbu komplit. Kami akan beribadah sesuai tata peribadatan yang kami yakini pula. Kami bicara karena anda telah mendiskriminalisasi makanan dan tata peribadatan kami. Wallohu a'lam..
*tulisan ini ditulis dengan bahasa satir.
#Harlah93NU
Ditulis oleh Bidang IT Media dan Infokom PC GP Ansor Wonosobo
Nyimak..
BalasHapus