HALAL BIHALAL KELUARGA BESAR MWC NU SUKOHARJO; Bagi NU, NKRI, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945, adalah final
"Untung masih ada NU di indonesia yang mempunyai peran sangat penting dan strategis dalam menjaga stabilitas politik dan keamanan nasional, karena negara kesatuan republik indonesia harus dijaga keberlangsungannya oleh semua pihak termasuk ormas keagamaan seperti NU dan ormas ormas lain serta seluruh lapisan anak bangsa, NU terus mendukung upaya deradikalisasi yang dilakukan oleh pemerintah. Ada atau tidak ada terorisme, ada radikalisme atau tidak bagi NU, NKRI, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945, adalah final" demikian disampaikan gus izudin dalam mauidoh hasanah halal bi halal keluarga besar MWC NU Sukoharjo, minggu 1 juli 2018 di komplek pasar kecamatan Sukoharjo.
Acara yang rutin digelar setiap bulan syawal tersebut adalah sebagai sarana silaturahim warga NU dengan masyarakat untuk saling ber maaf maafan, acara ini dihadiri seluruh badan otonom dan lembaga yang berada dibawah naungan Nahdlatul ulama, tokoh masyarakat, tokoh agama tokoh pemuda dan elemen yang lain.
hadir juga dari muspika kecamatan sukoharjo, polsek sukoharjo dan koramil sukoharjo.
Amir Ma'ruf, sekcam kecamatan sukoharjo, yang hadir mewakili camat sukoharjo memberikan sambutan didepan ribuan jamaah nahdliyin yang hadir, beliau berpesan agar warga NU ikut mendukung dan mensukseskan program program pemerintah. sementara ikrar halal bihalal dipimpin oleh rois syuriah MWC NU Sukoharjo, kiai yuflah.
Halal bihalal yang dipraktikan oleh umat islam indonesia lebih dari sekedar memaknai silaturrahim. tujuan utama kiai wahab (pencetus istilah halal bihalal) untuk menyatukan tokoh bangsa yang sedang berkonflik waktu itu, menuntut pula para individu yang mempunyai salah dan dosa untuk meminta maaf kepada orang yang pernah disakiti dengan hati dan dada yang lapang. begitupun dengan orang yang dimintai maaf agar secara lapang dada pula memberikan maaf sehingga maaf memaafkan mewujudkan idul fitri itu sendiri, yaitu kembali pada jiwa yang suci tanpa noda bekas luka dihati.
dengan demikian, ditegaskan bahwa bukan memaafkan namanya jika masih tersisa bekas luka dihati dan jika masih ada dendam yang membara dalam hatinya. boleh jadi ketika itu apa yang dilakukannya baru sampai pada tahap menahan marah. artinya, jika manusia mampu berusaha menghilangkan segala noda atau bekas luka dihatinya, maka dia baru bisa dikatakan telah memaafkan orang lain atas kesalahannya.
oleh karena itu, syariat secara prinsip mengajarkan bahwa yang memohon maaf atas kesalahannya kepada orang lain agar terlebih dahulu menyesali perbuatannya, bertekad untuk tidak mengulanginya lagi, serta memohon maaf sambil mengembalikan hak yang pernah diambilnya, kalau berupa materi, maka materinya dikembalikan, dan kalau bukan materi, maka kesalahan yang dilakukan itu dijelaskan kepada yang dimohonkan maaf.
Komentar
Posting Komentar